Khotbah Pak Bejo
by : Sekolah Minggu
Rudi baru pindah rumah. Ia senang karena orang-tuanya membeli rumah baru. Sekarang ia punya kamar sendiri yang bisa ditatanya sesuka hatinya sendiri.
Pagi hari bila Rudi pergi ke sekolah, ia sering bertemu dengan seorang pria tua yang kurus tinggi. Sebagian rambut pria itu sudah putih. Ia memakai celana pendek dan T-shirt hitam yang sudah pudar warnanya. Ia mendorong sebuah keranjang besar yang berisi sapu, serok sampah, dan sekop panjang.
Ia juga membawa sepit panjang untuk menyepit sampah-sampah di jalan dan memasukkannya ke dalam kantung plastik besar di keranjangnya. Kadang-kadang ada bungkusan sampah di dalam keranjang tersebut. Kadang-kadang Rudi melihat bapak itu sedang membersihkan selokan di depan sebuah rumah atau mencabuti rumput-rumput di tepi selokan.
Ia bukan petugas kebersihan, karena petugas kebersihan biasanya membawa gerobak sampah dan memakai baju seragam warna oranye. Pernah pada siang hari Rudi melihatnya sedang makan di warteg atau tidur di pos siskamling.
“Hidup orang tua itu sungguh menyedihkan. Kasihan,” pikir Rudi.
Ia menceritakan hal itu pada Ibu dan pembantu baru mereka, Mbak Mumun. Tampaknya Mbak Mumun mengenal orang tua itu.
“Itu Pak Bejo. Orangnya rajin. Dia suka disuruh orang apa saja: membersihkan selokan, membuang sampah, membersihkan saluran air, berbelanja, menunggu rumah, dan sebagainya,” kata Mbak Mumun.
“Memangnya Pak Bejo tidak punya anak istri, Mbak Mumun?” tanya Rudi ingin tahu.
“Tidak, dia tidak menikah. Dia kos di kampung sana di RW 2,” jawab Mbak Mumun. “Kadang-kadang dia menengok ibunya di Bekasi.”
Dalam hati Rudi berpikir suatu waktu ia ingin memberikan uang pada Pak Bejo. Dan ketika ia mendapat uang Rp 50.000,- dari Oom Roy, ia menyisihkan Rp 10.000,- untuk Pak Bejo.
Ketika bertemu dengan Pak Bejo, Rudi memberikan uang tersebut. Di luar dugaan Pak Bejo menolaknya.
“Loh ini untuk apa, Nak? Untuk jajan kamu saja. Saya tidak kekurangan uang,” kata Pak Bejo. “Tuhan selalu mencukupi kebutuhan saya.”
Rudi sangat terkejut. Pria yang selalu berpakaian sederhana ini menolak uangnya dan mengatakan bahwa dia tidak kekurangan uang.
“Waaah, saya kan hanya ingin membantu Bapak,” kata Rudi dengan kecewa.
“Oh, kamu ini anak baik,” kata Pak Bejo. “Begini saja. Kemarin malam kan ada kebakaran di rumah-rumah kumuh dekat rel kereta api. Kamu bisa menyumbangkan uangmu untuk korban kebakaran. Kalau mau dibelikan sembako bisa juga. Nanti sore saya mau ke sana. Sudah ada posko yang menerima sumbangan.
Pak Bejo dan Rudi berjanji akan bertemu di pos siskamling setengah lima sore untuk pergi bersama-sama ke lokasi kebakaran.
Sepanjang jalan menuju sekolah Rudi masih berpikir-pikir. Pak Bejo yang berpenampilan dan hidup sederhana merasa Tuhan mencukupkan kebutuhannya.
“Dia orang baik,” pikir Rudi.
“Sepulang sekolah,lagi-lagi Rudi bercerita pada Mama dan Mbak Mumun.
“Dia memang orangnya begitu. Bila dia mengerjakan sesuatu dan orang memberinya uang, dia mau. Bila orang memberinya uang karena kasihan, dia tidak akan menerima. Mungkin karena dia orang Kristen,” kata Mbak Mumun.
“Haaa? Dia orang Kristen?” tanya Rudi terkejut. Mama pun tampak terkejut.
“Ya, kalau hari Minggu dia berpakaian rapi, memakai celana panjang dan kemeja tangan panjang, membawa Alkitab!” Mbak Mumun menjelaskan.
Jam setengah lima Rudi pergi ke pos siskamling. Ia membawa beberapa buah sabun mandi yang dibelinya dengan uang yang semula ingin diberikannya kepada Pak Bejo. Pak Bejo sudah ada di sana. Ia masih memakai celana pendek dan T-shirt pudarnya.Dia membawa satu dus mi instan dan dua bungkus minyak goreng kemasan dua liter. Rudi menghitung nilai pemberian Pak Bejo. Oh, berlipat-lipat dari pemberiannya.
“Mari kita pergi!” ajak Pak Bejo.
“Iya, Pak. Omong-omong banyak amat sumbangan Bapak,” kata Rudi.
“Aah, ini tak seberapa. Bapak punya tabungan sedikit dan hanya ini yang bisa Bapak berikan,” kata Pak Bejo.
“Kalau uang tabungan Bapak disumbangkan, untuk Bapak sendiri bagaimana?” tanya Rudi heran.
“Ah, Tuhan mengatur semuanya. Tiap hari Tuhan akan turunkan berkat, kalau berlebih ya Bapak simpan. Suatu waktu pasti ada yang membutuhkan. Hidup ini sederhana saja. Taat pada Tuhan, rajin bekerja dan berusaha jadi garam dan terang,” kata Pak Bejo.
“Betul, Pak,” kata Rudi kagum.
Mereka terus berjalan dan tiba-tiba Rudi merasa kaya, ia mendapatkan sesuatu yang penting dalam hidupnya. Taat pada Tuhan, rajin bekerja dan berusaha menjadi garam dan terang, itulah khotbah Pak Bejo yang dinyatakan dalam hidupnya.
Artikel bersumber dari : Majalah Anak
Leave a Reply