Menabung, Yuk!

Menabung, Yuk!

By : Sekolah Minggu

“Kanti, kamu sudah menabung hari ini?” tanya ibu Kanti.

Kanti menjawab ragu. “…Ya, Bu…. Sudah.”

Ibu meletakkan sulamannya dan tersenyum pada Kanti, “Bagus, Kanti. Kamu harus rajin menabung.”

Kanti mengangguk dan melangkah ke kamarnya. Dia duduk di atas kasur. Matanya menatap sebuah benda yang terbuat dari kaleng. Benda itu berbentuk tabung dengan tinggi kurang lebih 20 cm. Di sekelilingnya terdapat gambar anak-anak anjing. Di atasnya ada sebuah lubang yang hanya dapat dimasuki uang kertas atau logam. Ya, itu adalah celengan yang baru diberikan ibunya sebulan yang lalu.

Kanti masih ingat apa yang dikatakan ibunya saat itu.

“Sekarang kamu sudah cukup besar untuk bertanggung jawab menggunakan uang. Di dalam celengan ini kamu dapat menabung sebanyak mungkin uang jajan yang kamu dapat sisihkan. Celengan ini tidak dapat dibuka. Ibu akan membukanya bila nanti isinya sudah penuh.”

Kanti mengangguk dengan bersemangat. Baru kali ini dia mendapatkan sebuah celengan. Selama ini bila ada sisa uang jajan, Kanti akan memberikan pada ibunya untuk disimpan. Ia sangat senang dengan celengannya yang baru itu. Pada awalnya, hampir setiap hari ia memasukkan seribu rupiah. Tetapi pernah dia memasukkan tiga ribu rupiah dengan menahan diri untuk tidak membeli kue kesukaannya.

“Hari ini dua ribu rupiah,” kata Kanti dengan senang. Dia menguncang-guncangkan celengan itu untuk mendengar bunyi uang di dalamnya. “Masih sedikit,” katanya setelah mengintip sebentar lubang celengan itu.

“Ibu, hari ini saya menabung,” lapornya setiap kali dia memasukkan uang ke dalam celengan itu.

Tetapi itu dulu, sekarang…. Kanti mengguncang-guncangkan celengan itu. Bunyinya nyaring, pertanda masih sedikit uang yang ada di dalamnya. Sudah lebih dari dua minggu ia tidak menabung. Dan itu dimulai pada suatu siang di sekolah…

“Kanti, kamu sudah dengar ada stand es krim yang baru dibuka di kantin sekolah?” tanya Kartini, sahabatnya. Kanti menggeleng perlahan. Dia masih asyik membaca buku yang baru dipinjamnya dari perpustakaan sekolah.

“Kamu ini bagaimana? Semua orang sudah mencobanya, kamu benar-benar tidak tahu?” tanya Kartini.

Kanti mengangkat matanya dari buku itu. “Kamu suka melebih-lebihkan berita. Ada apa, sih?”

“Itu lo… es krim… harganya cuma seribu, tapi enaknya luar biasa…,” jawab Kartini sambil mengacungkan jempolnya.

“Paling-paling sama dengan es krim yang lain,” kata Kanti dengan acuh tak acuh. Dia kembali membaca dengan tekun.

Keesokan harinya, saat istirahat sekolah, sambil menyodorkan sebuah mangkuk kepada Kanti. Kartini berkata, “Nih. Mau coba?” tanyanya. Kanti melihat isi mangkuk itu. Es krim putih bersih.

“Sepertinya enak,” jawab Kanti.

Kartini menyodorkan sendok es krim, “Memang enak. Enak sekali. Nih, cobalah.”

Kanti mengambil sesendok es krim dan mencobanya. Rasa manis langsung meleleh di lidahnya. Dingin dan enak.

“Benar, ‘kan? Kamu yakin tidak mau beli?” tanya Kartini sambil memakan sesendok lagi.

Kanti menelan ludahnya. Hm…, mungkin tidak ada salahnya membeli satu mangkuk. Uangku masih ada sisa dua ribu. Jika aku beli satu mangkuk, masih ada sisa seribu. Masih bisa ditabung.

Akhirnya Kanti membeli semangkuk es krim coklat. Rasanya benar-benar enak.

Tanpa disadari Kanti mulai membeli es krim itu setiap hari, kadang-kadang bahkan sampai lebih dari satu mangkuk.

Kini celengan itu ada di hadapannya. Ia memandanginya dengan sedih. Hari ini dia tidak menabung lagi. Uangnya sudah habis.

Tok, Tok, Tok. Seseorang mengetuk pintu kamarnya.

“Masuk,” sahut Kanti.

Ibunya menghampiri Kanti. “Ayo, makan.”

Kanti menundukkan kepalanya. “Saya belum lapar, Bu. Nanti saja.”

“Kamu sakit?” tanya ibunya cemas. Kanti menggelengkan kepalanya.

“Ibu, saya mau minta maaf.”

Ibunya duduk diam di sebelah Kanti menunggu ia bicara. “Saya berbohong tadi. Hari ini saya tidak menabung. Dan sebenarnya….”

Kanti diam sebentar. “Sebenarnya sudah lebih dari dua minggu ini saya tidak menabung. saya tergoda membeli es krim di sekolah. Uang saya tidak ada sisanya lagi.”

“Ibu menyesal mendengarnya,” jawab ibunya. “Sebenarnya ibu berencana untuk mengajakmu pergi mengunjungi Nenek pada liburan nanti. Pada saat itu, kalau kamu rajin menabung, uang itu bisa dipakai untuk membeli tiket kereta. Jika kurang, Ibu bisa menambahkan. Tapi kelihatannya rencana ini harus ditunda.”

“Oh, Ibu…. Mengapa Ibu tidak mengatakannya dari awal? Saya ingin sekali melihat Nenek. Mengapa saya harus membeli es krim? Seharusnya saya menabung,” sahut Kanti dengan terisak-isak.

“Masih ada waktu. Siapa tahu, kalau kamu rajin menabung, kita masih bisa pergi,” hibur ibunya.

Cerita : Kak Meil

Illustrasi : Kak Heru

Posted in Cerita Sekolah Minggu, Renungan
Tags: , ,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *

5,386 Spam Comments Blocked so far by Spam Free Wordpress

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.