Undang-undang Supremasi Henry VIII

Tahun 1534 Undang-undang Supremasi Henry VIII

By Sekolah Minggu

Supremasi Henry VIIITidak seperti Reformasi Jerman, Reformasi Inggris tidak terpicu karena satu orang tertentu yang ingin mengetahui lebih dalam akan Allah. Reformasi Inggris muncul dari perpaduan keinginan pribadi, keuntungan politik dan dorongan spiritual secara nasional.

Suasana di Inggris mulai berpaling dari Gereja Katolik. John Colet, dekan St. Paul, menuntut reformasi kaum rohaniwan dan kembali ke pemahaman Alkitab. Di Universitas Cambridge, sekelompok sarjana yang terpengaruh ajaran Luther dikenal sebagai “Little Germany” (Jerman Kecil). Peringatan kaum rohaniwan tidak dapat membendung meluasnya reformasi.

Namun Raja Inggris, Henry VIII, tidakĀ  tertarik pada perubahan spiritual. Pada tahun 1521, ia pernah menyerang pandangan Luther tentang sakramen dan meraih gelar Defender of the Faith (Pembela Iman) dari Paus. Perhatiannya pada hal-hal spritual sangat minim.

Setelah kematian saudaranya, Henry menikahi saudara iparnya, Catherine dari Aragon. Mereka tidak dikaruniai putra untuk mewarisi takhta Henry. Tertarik dengan Anne Boleyn, raja ini mencari jalan untuk melepaskan istrinya yang mandul dan menggantikannya dengan seseorang yang lebih menarik dan yang mungkin akan memberi dia keturunan. Dengan menyerukan bahwa tidak seharusnya ia menikahi janda kakaknya dan menunjuk pada Imamat 20:21 sebagai sanksi Alkitabnya, ia minta perceraian kepada paus.

Paus, yang takut akan amarah Kaisar Roma, Charles V, yang adalah keponakan Catherine, mencegah raja Inggris tersebut.

Henry yang tidak sabar, menunjuk Thomas Cranmer sebagai uskup agung Canterbury. Uskup agung baru tersebut memberi izin perceraian bagi sang raja. Segera Henry menikahi Anne, dan pada tahun yang sama – 1533 – ia melahirkan seorang putri, Elizabeth.

Pada tahun 1534, parlemen Inggris mengesahkan Undang-undang Supremasi yang menyatakan bahwa “raja adalah Kepala Gereja Inggris”. Hal itu tidak berarti bahwa raja berminat membawa perubahan-perubahan teologis radikal dalam Gereja. Ia hanya menginginkan Gereja negara, di mana paus tidak mempunyai otoritas. Ketetapan Enam Pasal, undang-undang yang membawa keseragaman dalam Gereja baru, melanjutkan tradisi selibat para rohaniwan, pengakuan dosa di depan iman, dan misa-misa pribadi.

Akan tetapi, Henry benar-benar menekan biara-biara yang telah menajdi simbol hedonisme dan amoral. Raja tersebut tidak begitu merasakan kepedulian serius orang-orang Kristen tentang hal ini – malah ia mengambil tanah-tanah gereja. Ia menyita harta biara yang ia tutup dan uangnya ia masukkan ke dalam aks negara. Tanahnya ia bagikan kepada para bangsawan untuk mendapatkan kesetiaan mereka.

Oleh karena ketertarikannya dalam membangkitkan rasa nasionalisme Inggris, Henry memerintahkan agar Alkitab berbahasa Inggris ditempatkan di setiap gereja.

Meskipun Henry tidak berbuat demikian untuk maksud-maksud tertentu, namun ia telah mewujudkan gereja yang tidak lagi Katolik Roma. Pada tahun-tahun berikutnya, putri sulung Henry, Mary, berupaya agar Inggris kembali pada Katolisisme, namun tidak berlanjut lama.Sekali terpisah dari paus, Gereja Inggris tetap terpisah adanya. Gelombang Reformasi di Inggris yang menyusul kemudian bergerak cepat dan gempar. Seperti akan terlihat pada bab-bab berikut, mereka membawa ekspresi Kristen yang beraneka ragam dan kaya, yang tentunya akan membingungkan Henry.

sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555.html

 

Posted in Tokoh Kristen
Tags: , ,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *

5,386 Spam Comments Blocked so far by Spam Free Wordpress

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.