Tahun 1934 Cameron Townsend Memulai Institut Linguistik Musim Panas
Cameron Townsend mendapatkan pelajaran awal dalam hubungan antara linguistik dan penginjilan. Sebagai seorang misionaris muda di Guatemala, ia bekerja keras mendekati orang-orang jalanan dan menanyakan hubungan mereka dengan Kristus. Ia menghafal kalimat perkenalannya dalam bahasa Spanyol: “Tahukah Anda tentang Tuhan Yesus itu?”
Ia tidak tahu bahwa Yesus itu adalah nama pertama yang umum di antara orang Spanyol, dan istilah “Tuhan” (Lord) – Senor – juga artinya “Tuan” (Mister). Ia mengharapkan tanggapan yang akan memberi dia kesempatan berbicara tentang hal-hal spiritual. Namun, yang ia dapat adalah suatu kenyataan, “Maaf, tidak kenal. Saya pun orang asing di sini.”
Itu terjadi pada tahun 1917. Sebagian besar pemuda Amerika seusianya sedang berperang di Eropa. Mungkin, melihat tubuh Towsend yang lemah, pejabat yang merekrutnya menawarkan dia menjual Alkitab di Guatemala.
Pada awalnya, mungkin terlihat bahwa Towsend terlibat dalam pekerjaan berat. Namun akhirnya ia mempelajari bahasa Spanyol dan mulai bekerja di antara orang-orang Indian yang beriman. Terbeban bekerja untuk Indian Cakchiquel di dataran tinggi, Townsend mengetahui bahwa di antara mereka hampir tidak ada yang mengetahui bahasa Spanyol. Agar berdampak terhadap mereka, ia harus mempelajari bahasa mereka.
Hal ini tidaklah mudah. Istrinya, Elvira, dalam surat doanya menulis, “Berdoalah agar kami dengan cepat dapat mempelajari bahasa yang mengerikan ini. Tanpa tata bahasa atau buku-buku apa pun untuk dipelajari, keadaan sungguh menyulitkan. Kami memiliki sebuah buku kecil, di situlah kami mencatat istilah-istilah dan kalimat-kalimat yang diucapkan orang-orang Indian bila kami mengunjungi mereka. Namun, beberapa istilah ini bunyinya begitu aneh sehingga sulit dicatat. Tetapi, tentunya bahasa Cakchiquel ini datangnya dari Tuhan, sama seperti bahasa Inggris, Spanyol atau Swedia, dan kami tahu bahwa Ia akan membuat kami mengerti bahasa Indian ini agar kami secepatnya dapat menjelaskan Injil kepada mereka dalam bahasa mereka sendiri.”
Doa tersebut terkabul. Menjelang tahun 1931, pasangan Towsend telah menghasilkan Perjanjian Baru lengkap dalam bahasa Cakchiquel. Tidak lama kemudian, memburuknya kesehatan mereka memaksa mereka kembali ke Amerika Serikat. Cam berharap pindah ke sebuah pelayanan di Amerika Selatan setelah kesehatan mereka pulih. L. L. Legters, seorang rekan dan pendukung karya Townsend di Guatemala, meminta dia bekerja di Mexico, lebih dekat ke rumah. Townsend dan Legters bersama-sama mengembangkan suatu ide baru.
“Saya menganjurkan supaya kita mendirikan institut musim panas tempat misionaris dapat dididik bagaimana mempelajari suatu bahasa untuk menulis dan menerjemahkan Injil,” tulis Townsend di kemudian hari. Karena hanya dua universitas di Amerika Serikat yang memberi kursus dalam linguistic descriptive (bagaimana suatu bahasa inti lazimnya dipakai), dan program empat tahun ini memakan waktu terlampau lama bagi para misionaris, maka sesuatu yang khusus dibutuhkan. Legters dan Townsend meneruskan dengan dua jalur. Mereka memutuskan memulai sekolah bahasa bagi para misionaris di Amerika Serikat, dan mereka berencana meminta pemerintah Mexico mengizinkan para penerjemah Alkitab untuk mempelajari bahasa-bahasa Indian yang belum ditulis.
Pada tahun 1934, Summer Institute of Linguistics (Institut Linguistik Musim Panas) di mulai di sebuah ladang di Sulphur Springs, Arkansas, dengan kurikulum yang mengesankan. Apabila para profesornya tidak dapat ke institut, maka siswa institut itulah yang mendatangi para profesor (hanya ada dua orang siswa pada tahun pertama dan beberapa lagi pada tahun kedua).
Pada awalnya, para penerjemah ini hampir tidak mendapat kerja sama dari pemerintah Mexico. Tetapi, Townsend memiliki beberapa orang terpelajar tingkat tinggi di pihaknya. Dia adalah salah seorang pembuat eksperimen yang sangat terkemuka dalam ilmu bahasa yang sedang mencuat. Akhirnya, para pemimpin Mexico melihat pentingnya mempelajari bahasa-bahasa Indian tersebut dan memberi dukungan penuh bagi karya Townsend.
Townsend tidak pernah seorang diri dalam organisasi. Para misonarislah yang melakukan pekerjaan misi, bukan pejabat-pejabat di rumah (Amerika Serikat). Namun, menjelang awal 1940-an, pekerjaan penerjemahan ini menjadi beban berat untuk dikerjakan dalam basis freelance. Institut Musim Panas pindah ke Universitas Oklahoma, dan di situ terdapat 130 mahasiswa. Ada empat puluh empat penerjemah yang sudah bekerja di Mexico, dan Townsend telah meminta lima puluh lagi. Untuk ini dibutuhkan semacam organisasi pendukung. Maka, pada tahun 1942, dengan resmi dibentuklah Wycliffe Bible Translators, dinamakan demikian untuk menghormati penerjemah Inggris yang agung pada Abad Pertengahan. Institut Linguistik Musim Panas melanjutkan hubungan dengan pemerintah-pemerintah mancanegara, tetapi Wycliffe Bible Translators mengorganisasikan dukungan dari Amerika Serikat.
Karya penerjemahan meluas dari sana: Guatemala, Peru, Columbia dan Ekuador. Sebuah korps penerbangan Jungle Aviation and Radio Service (Pelayanan Radio dan Penerbangan Hutan), didirikan untuk membawa para penerjemah misionaris dengan selamat ke dan dari daerah-daerah jauh.
Sampai sekarang ketiga organisasi tersebut mempunyai lebih dari 6.000 pekerja di lebih dari lima puluh negara. Mereka menghasilkan bagian-bagian Alkitab dalam lebih dari 3oo bahasa dan sedang bekerja untuk lebih dari 800 yang lain.
Karya Wycliffe Translators tersebut membuat ratusan kelompok manusia terjangkau Injil. Ini merupakan langkah besar ke depan dalam gerakan misi modern untuk menjangkau orang-orang yang tidak terjangkau – mereka yang tidak punya akses terhadap kekristenan.
Namun organisasi Townsend juga menggambarkan pergeseran halus dalam Protestanisme Amerika. Pada tahun 1930-an dan 1940-an, fundamentalisme muncul lagi dengan tiba-tiba. Separatisme yang ketat memberi jalan bagi penginjilan yang agresif. Sementara memelihara kesempurnaan doktrinnya, organisasi Wycliffe tersebut dengan tidak merasa malu bersekutu dengan universitas-universitas sekular, para ahli bahasa, pemerintah, ataupun dengan para antropolog dalam rangka menyelesaikan urusannya. Gerakan “evangelikal” tersebut melihat banyak misi dan organisasi pendidikan Kristen yang timbul, serta ingin mencoba metode-metode baru membawa Injil ke seberang.
sumber : http://www.sarapanpagi.org/100-peristiwa-penting-dalam-sejarah-kristen-vt1555.html
Leave a Reply