Mama Tak Sayang Aku Lagi?
by : Sekolah Minggu
Dengan muka cemberut yang tidak enak dilihat, Deka menggosok dinding kamar mandi. Srek,srek, srek… Byur… byur… Srek,srek, srek… Byur… byur…
Setiap kali selesai menggosok di satu tempat, Deka menyiramnya dengan air supaya kotoran tidak lengket kembali. Selama seminggu, inilah yang akan menjadi tugas Deka di sore hari.
Di halaman, kedua adik perempuannya asyik bermain air di kolam plastik. Suara mereka menjerit-jerit kesenangan, membuat Deka semakin kesal. Dengan penuh kejengkelan, dia berpindah menggosok lantai kamar mandi.
Tiba-tiba terdengar suara Mama dari belakang, “Jangan lupa klosetnya, ya, Deka.”
Mendengar suara mamanya Deka bertambah jengkel. Sengaja dia tidak menjawab, ingin menunjukkan bahwa dirinya sedang jengkel dan sebal.
Deka membanting sikat yang sedang dipegangnya, kemudian mengambil sikat dengan gagang panjang dipojok kamar mandi untuk menggosok toilet.
Diam-diam Mama memperhatikan semua itu. Mama tahu sekali Deka sedang marah besar. Tapi ia diam saja.
Lama kelamaan Deka menangis. “Mama tidak sayang aku lagi,” pikirnya sambil menahan isak tangis. Matanya mulai kabur tertutup air mata, sementara tangannya terus bergerak menggosok kloset.
“Padahal aku kan cuma main-main, tidak serius. dan aku juga tidak sengaja, kok… Mama tidak sayang aku lagi,” isaknya.
Beberapa jam sebelumnya….
Deka pulang sekolah dengan hati gembira. Nilai ulangan matematikanya 9. Siapa tidak gembira dengan nilai yang tinggi seperti itu, bukan? Hatinya begitu berbunga-bunga. Dia yakin sekali Mama dan Papa akan memujinya.
Sampai di halaman rumahnya, dia melihat Mama sedang berjinjit di atas bangku kecil memasang lampu teras rumah. Tiba-tiba muncul sifat isengnya.
“Aku akan kagetin Mama,” pikirnya sambil tersenyum senyum geli sendirian.
Dengan pelan-pelan, Deka mendekati mamanya dari belakang. Lalu… DHUAAARRR!!” jeritnya sambil mendorong tubuh mamanya.
Kintan Mama terkejut, berteriak, dan berusaha menahan keseimbangan tetapi tidak bisa.
Gubraaak!!! Akhirnya ia terjatuh dari kursi. Dahi Mama membentur dinding, dan kakinya terpelecok.
Deka terkejut, tapi terlambat. Semua sudah terjadi. Buyar sudah harapannya untuk dipuji karena nilai ulangannya.
Mama berdiri denga meringis menahan sakit. Terpincang-pincang ia berjalan masuk ke rumah, mengambil obat gosok untuk menggosok kakinya yang terpelecok. Deka mengikuti dari belakang.
“Ma, sakit, ya? Maaf, ya, Ma….” Mama diam saja.
Deka berdebar-debar melihat mamanya diam saja. Deka tahu sekali, jika Mama diam berarti ia marah besar.
“Ma….,” panggilnya. “Maaf, ya, Ma… Deka tidak sengaja. Maksudnya….”
Mama mengangkat tangan, menyuruh Deka diam. Mama berhenti menggosok kakinya, memandang Deka dengan lembut tetapi berbicara dengan suara yang tegas.
“Deka, kamu sudah melakukan hal yang sangat berbahaya. Mama hukum kamu 1 minggu menggosok kamar mandi, mulai hari ini.”
Itulah yang menyebabkan Deka sekarang berada di kamar mandi, terisak-isak sambil menggosok toilet kamar mandi.
Selesai mandi, Deka masuk ke kamarnya dan tidur tertelungkup di kasurnya. Hatinya sangat sedih. Tiba-tiba dia mendengar suara pintu dibuka.
“Deka…,” suara Mama memanggilnya. “Ayo makan! Mama masak sup dan tempe goreng kesukaanmu.” Deka diam saja, dia pura-pura tidur. Hatinya masih kesal.
Mama tidak menyerah, tahu kalau Deka hanya berpura-pura. Mama mengguncang-guncang tubuh Deka. “Ayo bangun, sayang.”
Deka mencoba bertahan, berpura-pura tidur, tetapi Mama tetap tidak mau menyerah. Ia tetap mengguncang-guncang tubuh Deka. Akhirnya Deka membuka matanya.
Dia melihat wajah Mama yang tersenyum. “Ayo, makan! Tempenya masih hangat, loh….”
Biasanya Deka akan meloncat dan berteriak, “Asiiikkkk… tempe goreng….”
Tapi kali ini inilah yang keluar dari mulutnya, “Tapi Mama kan tidak sayang aku lagi.”
Mama tersenyum. “Siapa bilang?” Dia tahu Deka akan mencurahkan isi hatinya.
“Tadi Mama kasih hukuman, padahal Deka kan hanya main-main, tidak sengaja!”
Mama bertanya dengan lembut, “Sengaja atau tidak, apa yang kamu lakukan tadi salah atau benar?” Deka diam sejenak, dia tahu itu hal yang salah, karena membahayakan.
Mama menunggu jawaban Deka.
“Salah, Ma….”
“Ya…., itu adalah perbuatan yang salah. Mama sayang kamu, tetapi perbuatan yang salah harus tetap dihukum, barulah Mama bisa disebut mama yang adil.”
Mama tersenyum kemudian mengedipkan matanya dan berkata, “Hal yang baik dan benar harus dipuji. Tetapi sebaliknya hal yang salah dan tidak benar juga harus mendapatkan ganjaranya. Dan itu tidak berarti Mama tidak sayang lagi.”
Deka terdiam. Di dalam hati ia masih merasa tidak enak karena mendapat hukuman. Tetapi, dia belajar satu hal hari ini: perbuatan yang salah bukan untuk permainan.
Artikel bersumber dari : Majalah Anak
Leave a Reply