Dikirim Dari Atas

Dikirim Dari Atas

by : Sekolah Minggu

   Oleh : Heidi Roemer

Beberapa tahun yang lalu ketika Salua masih kanak-kanak, pemerintah Mozambik “sangat tidak menyarankan” dilakukannya aktifitas keagamaan. Pada tahun 1975, ketika pemerintahan Frelimo mengambil alih, para tentara menyita Alkitab, membakar gereja-gereja dan memenjara ratusan orang yang tidak bersalah.

Dengan menyeretkan kakinya di tanah, Salua melambat untuk berhenti dan kemudian melompat dari sepedanya. Dia menyukai pasar rakyat yang ramai. Terkadang, dia menggoda bayi-bayi yang digendong di punggung ibu mereka dan membeli jeruk dari perempuan yang membawa jeruk-jeruk itu di dalam sebuah keranjang di atas kepalanya. Hari ini, bagaimanapun, Salua hampir melirik tebu, kacang mete dan kerang-kerang cowrie yang dipajang.

Saya berharap Paman Tumelo dapat membeli sebuah Alkitab, pikirnya gelisah.

Ketika Salua menerobos kerumunan yang berisik, aroma daging mendesis di atas panggangan yang terbuka membuat mulutnya berair dan perutnya bergemuruh.

Ayah menghabiskan semua ubi goreng untuk sarapan pagi, Salua merenung. Tumbuhnya nafsu makan ayahnya adalah sebuah pertanda baik. Ayahnya, Pastor Dada, dalam keadaan lemah sejak dibebaskan dari penjara tiga minggu yang lalu. Dia telah tertangkap membaptis orang-orang Kristen di sungai Limpopo.

Akhirnya Salua melihat Paman Tumelo berdiri di samping kedainya. Seorang perempuan tua sedang tawar menawar dengannya atas harga dua kantung manik. Tindakan tawar-menawar itu begitu sengit namun tetap bersahabat. Salua menunggu hingga perempuan itu selesai membeli dan pergi.

“Salua!” Paman Tumelo menyapanya. “Bagaimana kabar ayahmu?”

“Jauh lebih baik, Paman. Dia makan dengan baik.”

“Bagus. Dan ada apa kamu di sini?”

“Ini uang yang sudah saya peroleh,” ucapnya dengan girang. Salua melepas ikatan kain yang kusut itu, dan uang-uang logamnya berkilauan di bawah sinar matahari.

“Kamu telah bekerja keras,” Paman Tumelo berkata sambil menggeleng kepala. “Tapi saya tidak punya Alkitab untukmu.”

“Tapi katamu…”

“Membeli Alkitab adalah hal yang berbahaya. Saya tidak dapat menemukan satupun di seluruh Maputo.”

“Mungkin di kota lain?” Salua memberi penekanan.

“Tidak,” Paman Tumelo menjawab. “Jika desas-desus tentang kiriman Alkitab itu benar, yang mana sangat saya ragukan, maka dugaan saya bahwa semua itu pasti sudah habis terjual.”

“Tapi Ayah hanya ingin berkhotbah dari Alkitab sungguhan!” Salua berseru, menahan air mata.

“Maafkan saya, Salua. Saya katakan bahwa hal ini hampir tidak mungkin.”

“Bersama Tuhan, tidak ada yang mustahil,” kata Salua. Dia membungkus uang-uang logamnya. “Terima kasih, Paman.”

Di Jalan Yang Benar

Salua berpaling.Tidak seorangpun di seluruh desanya yang memiliki Alkitab. Sudah empat tahun ayahnya berkhotbah untuk jemaat kecilnya dari sebuah buku nyanyian pujian yang sudah tua. Akankah Tuhan menjawab doanya?

Salua mengayuh sepedanya dengan cepat, ingin segera tiba di rumah. Dia tidak memperhatikan sebuah lubang besar bekas roda di jalanan sampai akhirnya terlambat.

Dia mengelak. Pada saat yang sama, dia mendengar suara klakson sebuah mobil.

Salua menabrak pohon Baobab yang besar. Dua lelaki melompat keluar dari sebuah Wagon biru berkarat. Ketika Salua melihat ke atas, mereka berdiri di depannya.

Orang kulit putih di desaku? Pikirnya. Aneh sekali.

“Apakah kamu terluka? Lelaki berambut pirang itu bertanya cemas.

“Saya..saya baik-baik saja.”

“Kamu berbicara bahasa Inggris,” lelaki yang lain itu mengamati.

“Saya berbicara beberapa bahasa dan dialek,” ucap Salua,” seperti orang banyak di desa ini.”

Dia duduk dan membersihkan kotoran dari lututnya. “Saya Salua.”

“Saya Thomas,” kata lelaki berambut pirang itu. “Ini Nicholas. Apakah kamu yakin kamu baik-baik saja?”

“Saya kelihatan lebih baik daripada sepedaku,” kata Salua.

Mereka bertiga menatap roda sepeda yang hancur. “Mungkin saya bisa memperbaikinya,” kata Nicholas.

“Tetap saja kita harus mengantarnya pulang,” jawab Thomas. “Lihat benjolan di dahinya.”

Salua menyentuh kepalanya. Aduh!

Nicholas mengangkat sepeda itu dan mengikatnya dengan aman pada atap mobil.

Mata coklat Salua melebar. Dia tidak pernah melihat orang-orang asing ini sebelumnya. Apa yang dapat mereka peroleh dengan ayahnya? Tiba-tiba keringat dingin membasahi punggungnya.

“Apakah kalian tentara?” tanyanya dengan ketakutan, walaupun mereka tidak mengenakan seragam-seragam Frelimo.

Laki-laki itu tertawa. “Bukan!” Thomas bersandar pada mobil. “Kami adalah misionaris dari Amerika.”

“Amerika,” Salua tersentak. “Apakah benar bahwa di Amerika orang-orang Kristen tidak dianiaya?”

“Ya, orang-orang Amerika beribadah dengan bebas. Tetapi bagaimana kamu tahu tentang penganiayaan, Nak?” tanya Thomas.

“Ayahku sudah dipenjara beberapa kali karena berkhotbah. “Suaranya pecah ketika ia mengingat penangkapan ayahnya baru-baru ini dan suara gedebuk yang memuakkan ketika seorang tentara yang sedang marah memukul wajah ayahnya dengan gagang senapannya. “Ayahku adalah Pendeta Dada,” ucap Salua.

“Maukah kamu membawa kami padanya?” tanya Nicholas.

Salua mempelajari mata birunya. Kemudian dia mengangguk.

Mendapatkan Pesan

Pendeta Dada memperlihatkan wajah berseri-seri ketika ia memeluk para misionaris itu. “Selamat datang, saudara-saudara. Kemari dan silahkan duduk.”

Tiga lelaki itu duduk di luar rumah yang terbuat dari bata lumpur sementara Salua mengumpulkan bonggol jagung untuk api memasak. Segera dia telah menyiapkan makanan berupa nasi dan ikan. Ayah Salua memberkati makanan itu.

“Orang-orang kristen dari utara memberitahukan pada kami tentang Anda,” kata Thomas, menuangkan secangkir susu untuk dirinya sendiri dari sebuah kendi labu kosong. “Dan Tuhan mengirim malaikat ini untuk menunjukkan jalan bagi kami.” Thomas mengangguk ke arah Salua.

“Jadi, Saudara Dada,” ucap Nicholas, “jika kamu tidak memiliki sebuah Alkitab, dari mana khotbahmu?”

“Akan saya tunjukkan pada kalian,: kata Salua. Dia melompat dan segera kembali dengan sebuah buku pujian.

“Hanya ini yang saya miliki,” ucap Pendeta Dada. “Lagu-lagu hymne membicarakan tentang kasih Allah, dan itu yang saya kohotbahkan. Saya akan memberikan semua uangku untuk memiliki walau hanya satu halaman Alkitab.”

Thomas mempelajari halaman-halaman yang compang-camping itu. “Pelayanan kami membawa Alkitab-Alkitab untuk orang-orang Kristen yang tidak memilikinya. Sebetulnya, tim kami sudah membawa ribuan Alkitab ke Afrika, Eropa dan Cina.”

Ayah Salua tersentak, “Kalian mengambil resiko yang sangat besar!”

Salua menyela. “Bolehkah saya membeli sebuah Alkitab dari kalian?”

“Saya minta maaf. Kami tidak mempunyainya lagi.” Thomas menjelaskan. “Kemarin kami membawa Alkitab terakhir kepada seorang Kristen di utara Mozambik.”

Nicholas melihat wajah sedih Pendeta Dada dan putrinya. “Sebentar,” katanya. Matanya berbinar ketika ia merogoh tas kainnya. “Saya punya sebuah Alkitab. Milikku sendiri.”

“Sebuah Alkitab sungguhan!” Salua berseru. “Bolehkah saya memegangnya?”

Dengan perlahan, Salua menelusuri huruf-huruf dengan jarinya. “Indahnya,” gumamnya.

“Aku ingin kalian menyimpannya,” ucap Nicholas. “Thomas dan saya akan kembali dengan membawa banyak Alkitab untukmu dan jemaatmu.”

Salua dan ayahnya saling memandang satu sama lain. Air mata mulai mengalir di wajah Pendeta Dada.

Salua tidak dapat menampung sukacitanya.

“Terimakasih!” dia berlari ke arah Thomas dan Nicholas dan melempar tangannya memeluk leher mereka. “Terima kasih!”

Sambil berlutut di samping ayahnya, Salua berkata dengan lembut, “Ini Alkitabmu, Ayah.”

Dengan tangan bergetar, Pendeta Dada mengambil Alkitab itu dan menempelkannya pada bibirnya.

“Saya tahu!” Salua memberikan sebuah senyuman besar. “Tidak ada yang mustahil bagi Allah.”

Hari ini Mozambik sudah terbuka untuk Injil. Karena usaha-usaha para misionaris dan pendeta-pendeta lokal seperti Pendeta Dada, hampir 50 persen dari populasi percaya kepada Yesus Kristus.

Artikel Bersumber dari : Majalah Anak

Posted in Cerita Alkitab, Cerita Sekolah Minggu
Tags: , ,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *

5,671 Spam Comments Blocked so far by Spam Free Wordpress

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>

Copy Protected by Chetans WP-Copyprotect.