SALAH LANGKAH
by : Sekolah Minggu
“Aduh…awas…jangan injak kakiku!”
“Ih, geser sedikit! Sempit nih….”
Mereka bergerombol di balik semak-semak, sambil memperhatikan jalanan.
“Kok lama sekali, ya? Kenapa tidak muncul-muncul?”
“Ssssst! Diam jangan berisik!”
Suasana sejenak menjadi hening. Empat pasang mata memperhatikan dari balik semak ke arah barat jalan.
Dari jauh terdengar suara siulan ringan dan bunyi-bunyi sepeda yang dikayuh. Krek…krek…krek…
Tidak berapa lama kemudian muncullah guru matematika mereka, mengayuh sepedanya dengan santai.
Sepeda Pak Karman, makin lama makin mendekati tempat persembunyian mereka. Dan tiba-tiba… duaaar… Ban sepeda Pak Karman meletus.
Anak-anak yang bersembunyi di balik semak itu menahan tawa. Rencana mereka telah berhasil. Cepat-cepat mereka berlari meninggalkan tempat itu sambil tertawa terbahak-bahak. Setelah puas tertawa, mereka kembali ke rumah masing-masing.
Dhani masuk ke rumahnya sambil tersenyum senang. Siapa suruh menjadi guru galak, pikirnya. Untunglah Roy punya rencana cemerlang dengan menaruh paku di jalanan, sehingga ban sepeda Pak Karman meletus. Idenya cukup bagus untuk mengerjai Pak Karman yang galak itu.
Keesokan harinya, di depan kelas, Dhani, Roy, Michael dan Rudy masih ramai membicarakan rencana cemerlang yang sudah dilaksanakan kemarin. Mereka merasa seperti tentara yang menang perang dan layak mendapat penghargaan.
Mereka baru saja akan menceritakan tentang keisengan mereka kepada teman-teman yang lain, ketika Yoga yang adalah ketua kelas menghampiri mereka dengan sebuah pengumuman.
“Teman-teman, pelajaran pertama kosong, karena Pak Karman masuk rumah sakit. Jadi kita hanya mendapat tugas mengerjakan soal-soal di pelajaran 5, kemudian dikumpulkan.”
Anak-anak itu tertegun, Pak Karman masuk rumah sakit?
“Kenapa Pak Karman masuk rumah sakit? Kapan masuk rumah sakitnya?” tanya Dhani. Kemarin jelas-jelas ia melihat Pak Karman dalam kondisi yang sehat. Kenapa tiba-tiba bisa masuk rumah sakit? Hati Dhani berdebar-debar.
Yoga hanya mengangkat bahunya, tanda dia tidak tahu jawabannya.
Tak lama kemudian Ibu Kepala Sekolah masuk ke kelas.
“Anak-anak, hari ini Bapak Karman tidak dapat mengajar kalian. Beliau masuk rumah sakit. Kemarin dalam perjalanan pulang ke rumahnya, beliau ditabrak oleh motor.
“Ban sepeda beliau meletus. Karena kaget sepeda beliau menjadi oleng dan ternyata dari belakang ada motor yang melaju dengan kencang. Akibatnya beliau tertabrak motor tersebut.
“Sekarang beliau berada di rumah sakit untuk perawatan. Dan beliau menitipkan tugas untuk kalian.”
Kepala Sekolah kemudian menuliskan tugas-tugas yang harus dikerjakan di papan tulis.
Dhani menengok ke arah Roy, Michael dan Rudy. Wajah mereka tiba-tiba pucat. Rasa penyesalan pun muncul dalam hati mereka.
Rencana cemerlang itu tiba-tiba berubah menjadi bencana. Sekarang mereka sama sekali tidak bangga akan hal itu lagi.
Sepanjang hari itu Dhani tidak dapat berkonsentrasi pada pelajaran sekolah. Dia merasa bersalah sekali, ingin meminta maaf tetapi takut, tidak mengakui kesalahan tetapi hatinya gelisah terus. Dhani bingung sekali.
Pulang dari sekolah, Dhani bertemu dengan papanya di teras rumah. Papa memperhatikan anaknya itu yang tampak lunglai, tidak bersemangat seperti biasanya.
Selesai makan dan berganti pakaian, barulah Papa memanggil Dhani.
“Dhani, coba ceritakan kepada Papa, apa yang menjadi masalahmu. Siapa tahu Papa bisa membantu.”
Dhani menghela napas, kemudian mulai bercerita. Papa tidak berkomentar apa pun hingga Dhani selesai bercerita.
“Sekarang, apa yang kamu rasakan?” tanya Papa.
“Dhani sangat menyesal, Pa,” jawab Dhani dengan muka sedih.
“Kalau kamu menyesal, itu adalah hal yang baik, berarti kamu tahu perbuatan itu salah. Tetapi Papa mau kamu belajar satu hal.”
Dhani memandang papanya. Pikirannya berkecamuk, pasti Papa akan menghukum aku.
“Setiap keputusan yang diambil harus dipikirkan dengan baik. Waktu kamu mengambil keputusan untuk mengerjai Pak Karman, apakah sudah dipikirkan dengan baik-baik? Kalian memutuskan itu karena ingin balas dendam, bukan?” Dhani menunduk.
“Sebuah keputusan yang diambil karena ingin membalas dendam adalah salah.”
“Kita harus ingat Firman Tuhan ketika akan mengambil keputusan apa pun juga.”
Dhani menunduk. Dia tahu dia sudah salah langkah.
Sore harinya, bersama Papa dan Mama, Dhani menjenguk Pak Karman di rumah sakit.
Artikel bersumber dari : Majalah Anak
Leave a Reply