Arti Paskah Bagi Temi
By : Sekolah Minggu
“Kumendaki ke Bukit Sion…,” anak-anak sekolah minggu bernyanyi.
“Duduuuk!” Kak Santi memberi aba-aba dan anak-anak pun duduk.
“Kuberjalan bersama-sama….” Anak-anak terus menyanyi.
“Berdiriii!” Aba-aba Kak Santi lagi. Anak-anak pun berdiri.
Mereka bernyanyi dengan riang sambil bertepuk tangan.
Beberapa anak memperhatikan Temi yang tersenyum-senyum geli dan selalu terlambat duduk atau berdiri.
Temi memang agak terbelakang. Kadang-kadang ia kurang mengerti apa yang Kak Santi katakan. Bila ada permainan kelompok, anak-anak tidak mau Temi masuk ke dalam kelompok mereka karena mereka takut kalah. Namun dengan bijak Kak Santi mengatur bahwa Temi akan masuk ke dalam setiap kelompok bergantian. Jadi mereka tidak perlu menolak Temi.
Beberapa anak suka mengolok-olok Temi. Kadang-kadang mereka menyuruh Temi memegang pipi Rika atau Eli dan Temi melakukannya. Bila anak-anak perempuan itu marah-marah, Temi akan kebingungan, dan mereka yang nakal tertawa geli. Anak-anak yang baik memarahi anak-anak nakal itu.
Seminggu lagi hari Paskah tiba. Kak Santi membagikan kotak-kotak kosong kepada anak-anak di kelasnya. Kotak itu adalah kotak kue biasa ukuran kecil.
“Minggu depan kita merayakan kebangkitan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus hidup. Jadi, kalian masing-masing harus membawa benda yang melambangkan hidup,” kata Kak Santi. “Masukkan benda itu ke dalam kotak ini.”
Seminggu kemudian sebelum sekolah minggu dimulai anak-anak sibuk memegang kotak masing-masing.
“Aku buatkan lubang-lubang kecil supaya kupu-kupuku mendapat udara segar,” kata Steven.
“Kok, kamu bisa sih tangkap kupu-kupu?” tanya Eli kagum.
“Tukang kebun kami yang menangkapnya pakai jaring. Aku hanya membawanya,” jawab Steven.
Kriiik…kriiik. Suara itu berasal dari dalam kotak Johan. Oh, pastilah Johan membawa jangkerik.
“Aku bawa sesuatu yang tidak disukai anak cewek,” kata Leo sambil mengintip ke dalam kotaknya.
“Apaaa?” tanya beberapa anak perempuan, ingin tahu sekaligus ngeri.
“Cacing!” seru Leo. Dan semua anak perempuan menjauhi Leo.
“Repot amat sih cowok-cowok itu. Aku sih bawa tanaman kecil saja. Tanaman kan makhluk hidup juga,” kata Rika.
“Iya, aku juga bawa bunga sepatu. Tinggal ambil di pekarangan,” kata Eli.
Tak lama kemudian mereka masuk ke kelas. Acara doa, bernyanyi memuji Tuhan, cerita Paskah, semua berlangsung dengan lancar. Kemudian anak-anak bergiliran maju ke depan menunjukkan isi kotaknya.
“Wooow!” Anak-anak berseru kagum dan bertepuk tangan ketika Steven membuka kotaknya dan seekor kupu-kupu terbang pergi.
“Hiii!” seru beberapa anak perempuan ketika melihat kecoak yang dibawa Doni.
“Waaah, bagus sekali!” puji anak-anak ketika melihat isi kotak Stella. Bunga anggrek dengan daun hijau, tangkainya dilapis kertas perak dan diberi peniti. Lalu Stella menyematkan bunganya di blus Kak Santi dan anak-anak bertepuk tangan.
Akhirnya tibalah giliran Temi. Ia yang terakhir. Pelan-pelan Temi membuka kotaknya dan kelas menjadi gaduh. Kotak itu kosong.
“Dia tidak mengerti. Kasihan,” bisik Rika pada Eli.
“Dasar bodoh,” bisik Leo pada Martin.
Kak Santi menyuruh anak-anak diam.
“Temi, mengapa kotakmu kosong? Kamu harus bawa sesuatu yang melambangkan hidup, bukan?” tanya Kak Santi sabar.
Temi mengangguk. Kemudian ia berkata, “Ini kuburan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus-Nya hidup, lalu pergi dari kuburan-Nya.
“Tuhan Yesus sudah bangkit. Tuhan Yesus sayang Kak Santi Tuhan Yesus sayang teman-teman,” kata Temi dengan lancar sambil mengacung-acungkan kotak kosongnya.
Tiba-tiba kelas menjadi sunyi. Temi mengerti artinya Paskah. Tuhan memberikan pengertian itu kepada Temi yang dianggap bodoh oleh teman-temannya.
Kak Santi memegang bahu Temi. “Kamu benar, Temi. Kamu pandai. Kubur kosong memang merupakan bukti bahwa Tuhan Yesus sudah bangkit. Dan Tuhan Yesus mengasihi kita semua.”
Wajah Temi berseri-seri dan matanya berbinar-binar.
Artikel bersumber dari : Majalah Anak
Leave a Reply